Langsung ke konten utama

Seri Tokoh Jambi: Tom Ibnur


  
Semuanya berawal dari keyakinan.  


Itulah sebuah kalimat yang dilontarkan beliau ketika penulis menanyakan resep rahasia menjadi pakar zapin papan atas Indonesia. Tom Ibnur atau Arison Ibnur, lahir di Padang, 15 Mei 1952. Menjadi seniman tari adalah sebuah cita-cita. Beliau tertarik kepada tari-tarian sejak beliau berusia lima tahun.

Sejak saat itu, beliau belajar menari meski orang tuanya sempat melarang dan memasukkan beliau ke latihan silat. Setelah mendapat gelar B. Sc (Kimia Analisis) dari di Akademi Teknologi Industri, Padang. Beliau menjadi Direktur di PT. Semen Padang. Semua tak lain tak bukan atas kehendak orang tua.

Menjadi seniman adalah pilihan. Pada saat beliau berusia 26 tahun, ia hijrah ke Jakarta mengikuti kata hatinya menempuh pendidikan akademisi dan mendapat Gelar Diploma III serta Diploma IV (Koreografi) seterusnya gelar S.Sn (Seni Pertunjukan) didapat di Institut Kesenian Jakarta.

Berdasarkan keyakinan itulah, ia merealisasikan hidup berkesenian. “ Bahkan kalau bisa, mati di pentas,” ujarnya. Dengan kerja kerasnya beliau telah mementaskan tarian Zapin ke lima benua di dunia. Hal ini sejalan dengan visinya memperkenalkan seni tari Indonesia ke dunia luar. Beliau juga seorang pengajar utama di Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Kesenian Jakarta, di Jakarta.

Beliau mulai mengenal secara dekat dengan Jambi bermula pada tahun 1989 sebagai orang kontrakan untuk pembinaan kesenian daerah. Kemudian berlanjut dengan tugas yang diberikan sebagai Direktur Produksi Pusat Kesenian Jakarta-Taman Ismail Marzuki dan Dekanat Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Kesenian Jakarta atas jalinan kerjasama dengan Pemerintah Daerah Tingkat I  Propinsi Jambi untuk pemberdayaan seni daerah serta penelitian seni pertunjukan tradisonal dan kerajinan tradisional Jambi.

Kecintaan pada Jambi membuat beliau memilih untuk pindah dan menetap di Jambi. Kesempatan pun semakin banyak untuk bergelut dengan seni budaya Jambi yang kaya dan belum banyak yang tersentuh sampai ke akarnya.

Kesempatan kesempatan tersebut sebagai pencarian zapin di Jambi. Pengenalan awal dengan khasanah zapin berada di Kampung Manggis, sebuah kawasan masyarakat keturunan Arab yang bermukim di tengah-tengah Kota Jambi.

Beliau merupakan penggerak Seni Pertunjukan di berbagai daerah di Indonesia, Direktur Langkan Budaya Taratak (Taratak Cultural Centre) di Jambi, Direktur Jambi Arts Festival,  Dewan Artistik Art Summit Indonesia, Direktur Artistik Liga Tari Krida Budaya Universitas Indonesia di Jakarta, Direktur Artistik Studio One Fashion & Modelling Jakarta, Dewan Artistik Art Summit Indonesia (tahun 2010).

Dewan Artistik Opera Jelajah Anak Indonesia (OJAI) Jakarta, Direktur Artistik Trinero Performing Arts di Jakarta, Dewan Artistik Pasar Tari Kontemporer dan Temu Zapin Indonesia di Pekanbaru Riau, Dewan Pendiri Indonesian Dance Festival. Konsultan Festival Zapin Nusantara II-2008 di Johor Baru Malaysia, Konsultan Seni Pertunjukan Melayu dan Zapin D’Muara Festival 2010 di Singapura. Pernah menjabat sebagai Analis Kepala Laboratorium Produksi PT. Semen Padang, Pembantu Dekan II Fakultas Seni Pertunjukan Institut Kesenian Jakarta dan Direktur Produksi Pusat Kesenian Jakarta-Taman Ismail Marzuki.

Dan masih banyak lagi beberapa penghargaan yang telah beliau raih. Semuanya seiring sejalan dengan misinya yakni Seni dapat dijadikan perekat perdamaian yang perlu dipelihara dan dilestarikan sebagai jatidiri bangsa. Sejauh mana kita melihat dan menilai serta menjadikan seni itu sebagai tonggak perdamaian? Tetaplah ber festival, tetaplah bersilaturahmi, tetaplah ber zapin untuk mencapai perdamaian itu.(RFH)

***

dimuat di majalah Tembilang Edisi II, November 2011 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Buku Profil Perempuan Pengarang & Penulis Indonesia

Oleh: Tri Wahyuni Zuhri Judul  : Profil Perempuan Pengarang & Penulis Indonesia Penulis : Kurniawan Junaedhie Penerbit : Kosa Kata Kita Jakarta Jumlah hlm. : 338 Tahun : 2012 Buku yang di tulis oleh Kurniawan Junaedhie dan di terbitkan oleh Kosa Kata Kita Jakarta, memang cukup banyak di cari. Terutama karena buku ini memuat sekitar 800-an lebih profil perempuan pengarang dan penulis Indonesia.  Sejak zaman Saadah Alim, perempuan pengarang kelahiran 1897, hingga Sri Izzati, pengarang kelahiran 1995. Dalam kata pengantar di buku ini, Kurniawan Junaeid menjelaskan alasannya membuat buku Profil Perempuan Pengarang dan Penulis Indonesia.  Selama ini masih sedikit sekali buku  literatur yang menjelaskan sepak terjang perempuan pengarang dan penulis di Indonesia.  Sebut saja buku-buku tersebut antara lain Leksikon Kesustraan Indonesia Modern Edisi Baru (Djambatan, 1981) di susun oleh Pemusuk Eneste, Leksikon Susastra Indonesia (Balai P...

Puisi-Puisi John Keats Terjemahan Rini Febriani Hauri

Awalnya, saya hanya iseng belajar menerjemahkan tiga puisi ini - yang menurut saya masih jauh dari sempurna - akhirnya saya memberanikan diri mengirim ke media online kibul.in. Alhamdulillah responsnya positif dan terjemahan puisi ini mendapat tempat. Saya tahu,  pengetahuan bahasa Inggris saya yang pas-pasan, mungkin membuat beberapa pembaca kecewa membaca terjemahan saya. Namun, izinkanlah saya mempostingnya di sini. siapa tahu teman-teman memang ingin membaca dan menyelami puisi-puisi John Keats.  Setelah ini, banyak puisi-puisi yang telah coba saya terjemahkan. tentu saja sebagai latihan. Karena sadar diri akan keterbatasan, beberapanya saya kirimkan ke media on line yang menerima puisi terjemahan dan beberapa lagi saya simpan untuk saya nikmati sendiri. Selamat membaca John Keats dan keterbatasan bahasa yang saya miliki. When I Have Fears - Poem by John Keats When I have fears that I may cease to be Before my pen ...

Seri Tokoh Jambi: Junaidi T. Noor

Akan kutelusuri sejarah kebudayaan Jambi sampai titik darah penghabisan. Siapa yang tak kenal Junaidi. T. Noor.   Lelaki paruh baya yang lahir di Tanjung Karang, 27 April 1947 ini dikenal sebagai budayawan di provinsi Jambi. Ketertarikannya dalam mendalami dan menggali nilai-nilai sejarah dan kebudayaan Jambi sudah lama mengakar bahkan mendarah daging di tubuhnya meski guratan-guratan di wajahnya sudah mulai tampak. Bermula ketika dirinya tengah memakai seragam putih abu-abu di SMA N 2 Jambi pada tahun 1965. Saat itu beliau hanyalah seorang lelaki biasa yang sangat haus akan pengetahuan mengenai cerita-cerita sejarah dan kebudayaan negri Sepucuk   Jambi Sembilan Lurah.  Nama kecil beliau adalah Tajidin. Oleh neneknya ditukar menjadi Junaidi. Ayahnya bernama Tajuddin Noor , seorang   pensiunan TNI. Jenjang pendidikannya dari Sekolah Dasar hingga D3 Perguruan Tinggi, ia tamatkan di Jambi. S1 jurusan Pembangunan di Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) Jakarta...

Rise For Holiday