Langsung ke konten utama

I’m Not a Poet. Don’t Call Me a Poet!

One of the greatest sadnesses to me is the assumption that I am a poet. I do not know, I hate it as a poet. Not why. I do not feel worthy of that label yet. I am learning to write poetry, but I told you so many times that I just wanted to write for myself and the universe. I'm not looking for labeling, frills like that, or the legitimacy that I'm a poet.
 
 
I'm not a poet. I'm just a freelance copyeditor who teach Indonesian Language for Senior High School - who are also learning to be translators. I do not need a big name. I never looked for the sensation that my name would bounce. Once again I affirm that I am not a poet. I do not want to be known and do not want to be famous.

I do not want to tell you about so many things. Because most people never trust me. I do not care. Those who think I'm a fool, just hiding in the armpit of her husband, and all my hard work even considered my husband's hard work. This is the fate of marrying an intelligent person. Then you'll look stupid and unacknowledged.

In the past, when I had a boyfriend of a young poet (quite famous in Indonesia), when several times my poetry escaped at a poet meeting in Southeast Asia, those thought the great was my lover. Okay, I'll take it. When I started to be known for my writing when I was in love with a young painter (quite famous in Jambi), those also thought I was just ride restige through the Painter. All right, I'll keep accepting. Even if you have never considered my grief, I will still accept.

Those who call me stupid and famous pass through my past lovers, people who until now consider my wins as my husband's blessings, they may be right. But to prove the nonsense, they should ask my husband whether it is true or not. Did I ever involve my husband in all my writing? You may ask him directly.

I hate all the nonsense and wild lies which until now its trail has not been wiped out by the wind and the sun. I told you I am just a fool and madwoman looking for a way home, a long journey to me, home to my old-time journey. I do not need a big name. I do not need legitimacy. I told you I was not a poet, i’m not a poet, and never being a poet. I'm just a madwoman who is hard for anyone to understand.

You can insult me. Please! I will not slap you let alone immortalize you in my writings. Because I told you, I'm a fool. Nor is anyone worth remembering let alone remembered in the long history of literature that can be told later. I'm just a fool who is learning to switch majors to being a translator. What? You'll still assume that I'm still hiding under my husband's armpits. But you can ask him, how is his toefle score? Has he finished grasping the English grammar properly? Please ask him! sorry, not meant to degrade my intelligent husband. My madness about the circumstances made me this way.

I'm not a poet. Do not call me a poet! You'll just make me sad. For my wish to go to that presumption is still far away. The steep road is still not flat. It will be very difficult to achieve. So I tell you, being a poet is a hopeless goal. I'm not a poet. I wasn’t a poet. Though I really wanted it. Do not call me a poet! I'm just a half-hearted fool looking for a way home.


Jerambah Bolong, 04 September 2017
Rini Febriani Hauri

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Buku Profil Perempuan Pengarang & Penulis Indonesia

Oleh: Tri Wahyuni Zuhri Judul  : Profil Perempuan Pengarang & Penulis Indonesia Penulis : Kurniawan Junaedhie Penerbit : Kosa Kata Kita Jakarta Jumlah hlm. : 338 Tahun : 2012 Buku yang di tulis oleh Kurniawan Junaedhie dan di terbitkan oleh Kosa Kata Kita Jakarta, memang cukup banyak di cari. Terutama karena buku ini memuat sekitar 800-an lebih profil perempuan pengarang dan penulis Indonesia.  Sejak zaman Saadah Alim, perempuan pengarang kelahiran 1897, hingga Sri Izzati, pengarang kelahiran 1995. Dalam kata pengantar di buku ini, Kurniawan Junaeid menjelaskan alasannya membuat buku Profil Perempuan Pengarang dan Penulis Indonesia.  Selama ini masih sedikit sekali buku  literatur yang menjelaskan sepak terjang perempuan pengarang dan penulis di Indonesia.  Sebut saja buku-buku tersebut antara lain Leksikon Kesustraan Indonesia Modern Edisi Baru (Djambatan, 1981) di susun oleh Pemusuk Eneste, Leksikon Susastra Indonesia (Balai P...

Puisi-Puisi John Keats Terjemahan Rini Febriani Hauri

Awalnya, saya hanya iseng belajar menerjemahkan tiga puisi ini - yang menurut saya masih jauh dari sempurna - akhirnya saya memberanikan diri mengirim ke media online kibul.in. Alhamdulillah responsnya positif dan terjemahan puisi ini mendapat tempat. Saya tahu,  pengetahuan bahasa Inggris saya yang pas-pasan, mungkin membuat beberapa pembaca kecewa membaca terjemahan saya. Namun, izinkanlah saya mempostingnya di sini. siapa tahu teman-teman memang ingin membaca dan menyelami puisi-puisi John Keats.  Setelah ini, banyak puisi-puisi yang telah coba saya terjemahkan. tentu saja sebagai latihan. Karena sadar diri akan keterbatasan, beberapanya saya kirimkan ke media on line yang menerima puisi terjemahan dan beberapa lagi saya simpan untuk saya nikmati sendiri. Selamat membaca John Keats dan keterbatasan bahasa yang saya miliki. When I Have Fears - Poem by John Keats When I have fears that I may cease to be Before my pen ...

Seri Tokoh Jambi: Junaidi T. Noor

Akan kutelusuri sejarah kebudayaan Jambi sampai titik darah penghabisan. Siapa yang tak kenal Junaidi. T. Noor.   Lelaki paruh baya yang lahir di Tanjung Karang, 27 April 1947 ini dikenal sebagai budayawan di provinsi Jambi. Ketertarikannya dalam mendalami dan menggali nilai-nilai sejarah dan kebudayaan Jambi sudah lama mengakar bahkan mendarah daging di tubuhnya meski guratan-guratan di wajahnya sudah mulai tampak. Bermula ketika dirinya tengah memakai seragam putih abu-abu di SMA N 2 Jambi pada tahun 1965. Saat itu beliau hanyalah seorang lelaki biasa yang sangat haus akan pengetahuan mengenai cerita-cerita sejarah dan kebudayaan negri Sepucuk   Jambi Sembilan Lurah.  Nama kecil beliau adalah Tajidin. Oleh neneknya ditukar menjadi Junaidi. Ayahnya bernama Tajuddin Noor , seorang   pensiunan TNI. Jenjang pendidikannya dari Sekolah Dasar hingga D3 Perguruan Tinggi, ia tamatkan di Jambi. S1 jurusan Pembangunan di Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) Jakarta...

Rise For Holiday