Hampir setiap tahun,
acara terkait Hari Sumpah Pemuda sering dirayakan dalam skala besar, di
berbagai daerah di Indonesia. Peringatan Hari Sumpah Pemuda yang jatuh setiap
tanggal 28 Oktober merupakan salah satu tonggak penting dalam sejarah bangsa
Indonesia. Jika menilik masa lalu, kelahiran Sumpah Pemuda berasal dari
kesadaran para pemuda dari berbagai daerah untuk menyatukan identitas-identitas
kedaerahan dan kesukuan dalam satu Identitas kebangsaan, yaitu Indonesia.
Gabungan pemuda-pemuda tersebut antara lain Jong Java, Jong Sumatra, Jong
Batavia, Celebes, Jong Ambon, Jong Timorese, dan Jong lainnya.
Semangat kesatuan
inilah yang kemudian menginspirasi Forum Lingkar Sedulur Maiyah Jambi
menggelar acara bertema “Anom Sari Sumpe” atau sumpah para generasi muda.
Diadakan Sabtu malam (28/10) pukul 19.45, yang bertempat di halaman luar pagar
Kantor Gubernur Jambi, yakni tepat di sekitaran air mancur di depan patung
Sultan Thaha Syaifuddin. Acara ini didukung berbagai Komunitas di Jambi, mulai
dari Komunitas Jari Menari (KJM), Komunitas Berani Menulis (Kombes), Komunitas
Peci Sujiwa, dan Alumni MAN Model Jambi ATLAS.
Acara didahului dengan
pembacaan puisi. Pada pukul 20.00 WIB, semua peserta yang hadir memulai acara
dengan menyanyikan lagu “Indonesia Raya” secara bersama-sama. Dilanjutkan
dengan pembacaan teks Sumpah Pemuda. Ikrar sumpah pemuda tersebut tentu menjadi
hal yang sangat penting sebab untuk pertama kalinya dalam sejarah, politik devide et impera kolonial Belanda di
masa lalu mulai terpatahkan.
Pembacaan isi Sumpah
Pemuda ini bermaksud mengingatkan para peserta yang hadir bahwa persatuan dan
kesatuan adalah identitas bangsa Indonesia yang harus tetap dipupuk dan
dipelihara. Bahwa sumpah ini juga mampu menyingkirkan sekat-sekat yang selama
ini telah dianggap mampu memecah belah semangat kesukuan dan kedaerahan.
Setelah itu, tibalah
saat yang dinanti, yakni sesi diskusi mengenai peringatan Hari Sumpah Pemuda,
yang dikaitkan dengan mentalitas anak muda masa kini, bahwa jika mengingat masa
lalu, sumpah ini bukanlah sekadar sumpah yang dilafalkan oleh lidah kemudian
hilang entah kemana. Harapannya, sumpah yang diucapkan, selain terpatri di jiwa
para pemuda, juga sumpah ini mampu dijadikan refleksi dan diimplementasikan ke
kehidupan sehari-hari.
Satu nusa, satu bangsa,
dan satu bahasa. Jika kita menilik era digital sekarang ini, menurut Walter J.
Ong, kita telah masuk ke era kelisanan kedua. Dunia digital dan budaya media
tentu menggunakan bahasa sebagai medium. Namun, bila diamati secara saksama,
masih ada sebagian pemuda yang lebih bangga menggunakan bahasa Asing daripada
bahasa Indonesia, sebab menggunakan bahasa Asing dianggap lebih keren daripada menggunakan
bahasa persatuan kita (bahasa Indonesia). Hingga saat ini masih ada juga yang
menganggap remeh bahasa Indonesia. Tentu, ini menjadi tanda tanya tersendiri
apakah ikrar sumpah pemuda selama ini hanya dianggap sebagai angin lalu semata.
Diskusi berlangsung
seru karena setiap peserta mengutarakan makna sumpah pemuda dan bagaimana
penerapannya saat ini, salah satunya penggunaan bahasa dn semangat kebangsaan.
Sesekali diskusi diselingi oleh pembacaan puisi dari Komunitas Berani Menulis
dan Komunitas Jari Menari Jambi yang diselingi akustik dari Komunitas Raggae Jambi.
Kegiatan diskusi ini selain menumbuhkan semangat persatuan dan kesatuan para
pemuda, juga diharapkan menumbuhkan jiwa nasionalisme. Pada pukul 22.00 acara berakhir.
Para peserta diajak berdiri sembari menyanyikan lagu Syukur dan pembacaan
shalawat. Acara ditutup dengan pembacaan doa.
Catatan: Tulisan ini pernah dimuat di puan.co tertanggal 30 Oktober 2017. Sila klik http://puan.co/2017/10/anom-sari-sumpe-memaknai-sumpah-pemuda-versi-komunitas-di-jambi/
Komentar
Posting Komentar