Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2017

Permainan Bahasa Lokal dalam Cerita Anak Milenial

Sebelum berbicara serius tentang buku yang akan dibahas pada opini kali ini, mungkin ada baiknya saya mengucapkan selamat pada penulis. Sebab, buku itu mengantarkannya menjadi nomor satu dalam sebuah kompetisi. Saya tahu, untuk berada pada posisi jawara ia harus menyepi beberapa waktu ke sebuah kampung. Ya, memang tidak mudah untuk sekadar menjadi penulis cerita anak. Kesulitan itu juga dirasakan kawan saya dari Blitar ketika mengikuti pelatihan penulisan cerita fiksi dan non fiksi tingkat Jawa Timur di Batu baru-baru ini. Butuh kesabaran dan dedikasi untuk menghasilkan cerita yang bagus. Apakah setiap orang bisa menulis? Saya kira iya, tinggal sekarang pertanyaannya: seberapa seringkah mereka melatih kepekaan dalam mengolah rasa dan menyusun kalimat?. Rini Febriani Hauri adalah nama yang tidak asing di telinga saya. Kemampuannya dalam mengolah kalimat hingga menjadi bait-bait cerita yang rancak sudah tidak diragukan. Opini ini tidak bermaksud mencari titik lemah karangannya

Perempuan Jaman Now, Jauhkan Diri Anda dari Predikat Pelakor!

Di era milenial seperti sekarang ini, istilah “pelakor” sudah tak asing lagi di telinga. Konon, “Pelakor” adalah akronim dari perebut laki orang. Tentunya istilah ini hanya dikhususkan bagi mereka (perempuan jaman now) yang hobi pacaran atau menikah diam-diam dengan suami orang. Melakukan aksi perebutan suami orang bukanlah tanpa risiko. Bagi yang sudah telanjur berpredikat sebagai pelakor, hidup memang pilihan atau seperti kata Chairil, “nasib adalah kesunyian masing-masing”.  Apakah menjadi pelakor adalah mutlak kesalahan perempuan? Tentu saja tidak, laki-laki baik-baik tidak akan tergoda dengan perempuan penggoda secantik apa pun, namun tidak mungkin antara laki-laki dan perempuan menjalin suatu hubungan bila tak dikehendaki keduanya. Lantas pertanyaan yang muncul, apakah benar pelakor selalu memulai aksinya? Tidak juga. Sebab ada juga sebagian lelaki yang memang playboy dan tidak puas dengan satu wanita saja. Nah, buat Anda perempuan yang kini terjebak kisah asmara

Introvert yang Sembunyi di dalam Tubuhku

Sejak dulu, aku sangat menyadari bahwa aku seorang yang introvert. Aku takut keramaian dan orang asing yang kerap kali menghampiri. Sulit sekali rasanya berkomunikasi dengan orang baru, rasanya seperti aku harus mencoba menghancurkan sebuah dinding besar yang membuncah di tubuhku. Dalam berteman pun, aku hanya suka akrab dengan orang-orang tertentu saja. Meski sudah kenal dengan beberapa orang, rasanya agak sulit memulai komunikasi sehingga sebagian orang-orang menilaiku sombong. It’s oke. Aku pernah merasakan pergulatan batin yang dahsyat. Orang lain dalam tubuhku membisikiku: “Bagaimana kamu akan menjadi orang besar bila kamu tak pandai cakap?” Rasanya aneh. Mengapa orang lain itu terus-menrus membisikiku? Aku tidak pernah ingin menjadi orang besar, tetapi dari bisikan itu aku mulai menyadari bahwa orang-orang pengecut sepertiku haruslah berubah. Aku harus mengubah diriku sendiri. Aku harus menumbuhkan kepercayaan diri di dalam diriku. Maka aku memutuskan bergabung di

Penyair Tiga Generasi: Para Nomine Kusala Sastra Khatulistiwa 2017

Sebelum melangkahkan kaki ke ibu kota, saya menghubungi tiga nomine Kusala Sastra Khatulistiwa (KSK) 2017 yang dua diantaranya kebetulan akan menghadiri acara serupa dengan saya, yakni Deddy Arsya dan Hasta Indriyana. KSK adalah ajang penghargaan bergengsi untuk sastrawan Indonesia yang didirikan oleh Richard Oh dan Takeshi Ichiki. Ajang ini sudah dilaksanakan sejak tahun 2001. KSK, dulunya bernama Khatulistiwa Literary Award (KLA) . Pemenang utamanya akan mendapat hadiah seratus juta rupiah. Tersebab saya tiba lebih awal di Jakarta sebelum acara Gerakan Literasi Nasional 5-7 Oktober 2017, malam itu saya menonton perhelatan akbar malam anugerah Hari Puisi Indonesia 2017 di gedung Graha Bhakti Budaya TIM, Jalan Cikini Raya 73, Jakarta Pusat. Tepat pukul 21.35 WIB, seorang penulis muda berbakat kelahiran 1990 mengabarkan bahwa ia baru saja selesai rapat di IKJ dan sekarang telah berada di sebuah kantin di TIM. Saya pun bergegas meninggalkan ruangan dan menuju penulis muda be

SUKMA-KOTO : Sepasang Puisi dari Gang Semangat

Saat pertama kali melihat nama Mutia Sukma dan Indrian Koto masuk ke jajaran sepuluh hingga lima besar Kusala Sastra Khatulistiwa 2017, saya merasa senang sekaligus bersyukur. Pasalnya, mereka bukanlah orang jauh bagi saya meski tempat tinggal saya dan mereka benar-benar jauh. Setiap kali singgah ke Yogyakarta, saya pasti mampir ke kediaman mereka (yang sekaligus Toko Buku JBS – Jual Buku Sastra) di Jalan Wijilan Gang Semangat 150, Alun-alun Utara, Yogyakarta. Sambutan mereka pun selalu hangat. Kunjungan terakhir saya ke sana  sekitar bulan Juli pascalebaran. Biasanya saya selalu membawa kopi Jambi, tetapi kali itu kopi yang bawa sudah habis dan kedatangan saya memang sengaja menjemput sepasang puisi milik suami istri ini. Perempuan dan Puisi Perkenalan saya dengan Sukma telah berlangsung sejak lima tahun silam tatkala ada acara PPN VI di Jambi. Kebetulan saya saat itu panitia. Saat itu Sukma datang bersama lelaki (bukan Indrian Koto). Saya masih ingat tanggal bersejarah it

Rise For Holiday