Burung-Burung Peluru di bawah sinar matahari yang keemasan burung-burung berlompatan bebas membelakangi angin dan pohon-pohon menceburkan diri ke awan-gemawan sayap-sayapnya mengapung di atas langit kicaunya adalah jeritan ketakutan tuan-tuan pemburu membawa senapan dengan ransel penuh peluru mereka mencari sarang-sarang burung dan menguntit perjalanan burung-burung dari bukit yang jauh, burung-burung tahu berlari – jauh – seperti musafir yang ketakutan di sebuah ranting pohon bunga angsana burung betina menangis sendu gemetar di dalam cemas anak serta sarangnya hilang dikoyak peluru ulat-ulat daun menggelinjang kelopak bunga angsana berguguran bahkan pohon tak bisa memberikan perlindungan dalam doanya sebuah suara melesat dan tiba-tiba gelap seperti dingin yang beku di akhir malam ia seperti embun yang jatuh tubuhnya meleleh dan hancur di rerumputan dari arah barat hingga ke selatan cerobong-cerobong pabrik terus bergemuruh besi-
Seorang wanita – bukan perempuan – yang ingin selamanya hidup di dalam puisi – senang merayakan kesedihan dan makan keju basi. (Rini Febriani Hauri)