Siapa yang tak tahu dengan helm. Topi pelindung kepala yang dibuat dari bahan tahan benturan. Selain digunakan oleh tentara, pekerja tambang, anggota barisan pemadam kebakaran, penyelam sebagai bagian dari pakaian, helm juga digunakan oleh pengendara roda dua. Sebab menggunakannya saat berkendara merupakan salah satu kewajiban yang harus ditaati.
Kenyataannya, tak sedikit pula warga masyarakat yang melanggar. Kesadaran memakai helm untuk tertib berlalu lintas belum sepenuhnya dipahami. Padahal, peraturan tersebut dibuat bukan tanpa alasan, yakni demi kebaikan bersama. Jika pengendara motor mengalami kecelakaan, helm tetap mampu melindungi kepala dari benturan aspal atau benda-benda lainnya.
Hampir semua orang pernah menggunakan helm, apalagi mereka yang memiliki kendaraan bermotor. Tak heran jika tukang ojek – mulai dari yang offline hingga online – juga siaga menyediakan helm khusus untuk pelanggannya. Bila ditilik lebih jauh, sebagian pelanggan jasa ojek pun masih ada yang tidak mau memakai helm. Helm yang diberikan tukang ojek malah dipegang dan tidak dipakai.
Tidak hanya itu, di jalan raya di Kota Jambi, kota yang konon merupakan Kota Beradat, saya kerap mendapati anak-anak muda hingga orang tua yang dengan sengaja tidak memakai helm. Ada yang helmnya digantung saja, ada pula yang memang sama sekali tidak mau membawanya. Ada pula yang beralasan bahwa perjalanan yang dilangsungkan sangat dekat, jadi tak perlu memakai helm. Padahal, tak ada jaminan bahwa perjalanan dekat tanpa memakai helm akan menyelamatkan seseorang hingga sampai ke tujuan.
Kesengajaan tidak memakai helm ini pun bermacam-macam alasannya. Saya pernah mencoba melakukan investasi kecil-kecilan terhadap beberapa remaja era milenial. Alasannya mengejutkan. Beberapa remaja ini memang sengaja tidak mau memakai helm karena ingin memamerkan parasnya untuk mendapatkan kekasih. Istilah kerennya CPCP (Curi Pandang Curi Perhatian). Namun, bila ada polisi, remaja-remaja ini akan memakai helm karena takut terciduk razia.
Penulusuran lain saya lakukan ke kalangan yang lebih tua, beberapa diantaranya mengatakan lupa, helm sudah jelek, bahkan ada yang terang-terangan mengatakan malas. Pada jam-jam tertentu, pengendara ini sudah tahu bahwa polisi sudah pulang dan tidak lagi berjaga di pos biasanya. Beberapa yang sengaja tidak mau memakai helm ada juga yang memberi alasan ganjil, tetapi masuk akal. Bahwa memakai helm itu pengap dan berat di kepala, jika tidak memakainya akan terasa lebih segar terkena angin dengan risiko debu-debu jalanan akan hinggap ke wajah pengendara.
Kurangnya kesadaran masyarakat untuk tertib berlalu lintas tentu menjadi PR bagi kita bersama, bukan hanya melulu menyalahkan pemerintah. Sebab peraturan dibuat untuk ditaati. Kenyataannya, tidak sedikit pula yang masih meremehkan peraturan dengan melanggarnya dengan berbagai alibi. Barangkali model kasus seperti ini bukan hanya terjadi di Jambi saja, namun juga banyak di kota-kota lainnya.
Jika memang tidak memiliki helm, tentu kita tidak kesulitan mencari penjual helm yang ada di mana-mana. Helm zaman now pun motif dan bentuknya sudah beraneka ragam. Bahkan, tak jarang juga yang menjadikannya sebagai pilihan fesyen. Helmmu menunjukkan siapa dirimu. Dengan merogoh kocek sedikit dan rajin memakainya, setidaknya kita sudah menyelamatkan nyawa kita dari tangan nasib yang tak pernah kita ketahui. Wajar saja bila polisi-polisi menghentikan pengendara yang tidak memakai helm sebab ini adalah kesalahan yang sangat fatal.
Sebab kita tidak pernah tahu sampai kapan kita hidup di dunia. Bila Tuhan berkehendak, bisa saja kita tertimpa musibah di jalanan tanpa kita inginkan. Anda bisa membayangkan apa yang akan terjadi dengan kepala bila tidak memakai helm, bukan? Mencegah memang lebih baik daripada mengobati. Cintai dirimu sendiri, sebab keluarga pasti akan menunggu kepulanganmu dengan selamat. Jadi mulai sekarang, tidak ada alasan lagi untuk tidak memakai helm.
NB: pernah dimuat di Majalah Puan tertanggal 06 Januari 2018
Komentar
Posting Komentar