Novel yang berjudul asli Vendredi Ou La Vic Sauvage pertama kali
terbit pada 1971. Ketika
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia judulnya menjadi Kehidupan Liar. Buku ini awalnya diterjemahkan pada tahun 1989
dalam rangka latihan menerjemahkan mahasiswa program D-4 Terjemahan Sastra
Prancis, Universitas Indonesia. Juga berkat bantuan Bureau d’Action Linguistique kedutaan Besar Prancis di Jakarta.
Cerita dibuka oleh perjalanan sebuah
kapal layar Belanda bernama La Virginie
dari Inggris menuju wilayah Kepulauan
Juan Fernandes Chilli hingga ke Valpairaso pada tanggal 29 September 1759. Pada
pertengahan abad ke-18, orang-orang Inggris banyak mengadu nasib ke Amerika. Robinson
rela meninggalkan anak beserta istrinya yang berada dari Kota York Inggris demi
mencari kongsi dagang yang menguntungkan di Amerika. Tiba-tiba kapal karam.
Semua awak kapal tenggelam kecuali Robinson. Ia terdampar di sebuah pulau terpencil
di ldekat Laut Pasifik yang ia beri nama Pulau Speranza (yang berarti:
harapan). Di pulau ini hanya tidak ada satu pun manusia kecuali dirinya. Yang
banyak malah hewan-hewan liar dan serangga hutan.
Suasana sepi yang menikam, embikan
suara kambing, dan ilalang yang bergoyang membuatnya frustrasi hingga suatu
ketika Robinson ikut berkubang ke dalam lumpur bersama babi-babi liar. Hingga
akhirnya ia menyadari bahwa ia harus bertahan hidup dalam kondisi apa pun.
Robinson lalu menyelamatkan sisa-sisa barang di kapal yang karam. Ia bercocok
tanam, beternak, dan membuat peraturan laiknya seorang gubernur. Ketika keadaan
ini kemudian mengganggu psikologisnya lagi, ia kembali berkubang ke dalam
lumpur bersama babi-babi liar. Setelah itu, ia akan menyadari bahwa tinggal di
pulau terpencil yang jauh dari peradaban kota masa lalunya adalah kenyataan
yang harus ia lalui. Kita bisa membayangkan bila kita terdampar di sebuah pulau
kecil tak berpenghuni, jauh dari gawai dan keluarga, betapa kondisi
perkembangan jiwa kita akan berantakan sebagaimana yang dialami Robinson.
Hingga suatu ketika ia bertemu dengan
Vendredi, seorang Indian lugu yang melarikan diri dari kematian karena dianggap
sial oleh sukunya. Karena nyawanya diselamatkan oleh Robinson, Vendredi
kemudian menjadi rakyat dan Robinson menjadi gubernurnya. Mereka hidup damai di
pulau sepi itu. Vendredi mengikuti semua perintah Robinson. Hingga suatu
ketika, gua tempat tinggal mereka meledak karena ulah si Vendredi. Dari
kejadian itu, mereka saling menyadari bahwa emosi-emosi yang selama ini tidak
tersalurkan mereka lampiaskan kepada boneka yang mereka ciptakan sendiri. Hingga mereka saling menyadari bahwa
persahabatan mereka adalah hal yang patut dijaga. Mereka pun hidup egaliter dan
bebas tanpa peraturan yang pernah diciptakan oleh Robinson sebelumnya.
Kegelisahan akan kesepian dan
kerinduan kepada keluarga membuat mereka melakukan banyak aksi-aksi konyol yang sesekali akan membuat pembaca
menyeringai sekaligus terheran-heran. Suatu usaha luar biasa di mana betapa
sulitnya menjadi waras di tengah-tengah pulau terpencil yang jauh dari
peradaban. Tanpa disadari, mereka hidup puluhan tahun di Pulau Speranza.
Tournier sanagt cerdas mengisahkan
beberapa tindakan-tindakan tokoh yang terasa benar-benar nyata. Beberapa
peristiwa sederhana, seperti tata cara membuat kapal, membuat penerangan malam
di pohon damar, membuat pena dari bulu burung, mencari tinta dari ikan landak
dan diodon, semuanya benar-benar membekas
bahwa untuk menjadi penulis cerdas, selain banyak membaca, kita juga harus
riset dari pengalaman-pengalaman dan diceritakan secara mendetail agar pembaca
tidak menyesal membacanya. Barangkali cara-cara inilah yang dilakukan Tournier
untuk mengikat emosi pembaca terhadap karya-karya yang dihasilkan. Terjemahan
bukunya juga sangat baik. Bahasanya mengalir dan komunikatif.
Bagaimana kondisi psikologis Robinson
dan Vendredi? Seperti apa perkembangan kejiwaan mereka di Pulau Speranza di
tengah-tengah rutinitas monoton yang selalu mereka lakukan setiap harinya? Kisah ini ditulis dalam beberapa versi berbeda
selain Tournier. Bagi pembaca sastra klasik, tentunya tidak asing rasanya
mendengar nama Robinson Crusoe.
Ya, kisah Robinson
Crusoe pernah ditulis oleh Daniel Defoe hingga meraih sukses besar dan terkenal
seantero dunia. Dari penerbitannya pada 1719, hingga kini kisah-kisah Robinson
masih banyak dibaca. Terdampar di sebuah pulau terpencil dan menanti kedatangan
kapal yang tak kunjung tiba.
Kisah-kisah Robinson Crusoe ternyata
terinspirasi oleh pengalaman nyata seorang Skotlandia bernama Alexandre
Selcraig. Pada tahun 1703 ia pernah terdampar di Pulau Mas a Tierra di lautan
pasifik dan hidup bertahun-tahun sebelum diselamatkan oleh kapal Inggris. Selain
ditulis oleh Daniel Defoe dan Michel Tournier, kisah serupa juga pernah ditulis
oleh Jules Verne, Bapak Karya Fiksi Ilmiah Prancis, pernah menulis L’llemyterieuse, Pulau Misterius pada
1874, yang lebih menekankan pada kreasi
penemuan ilmiah para tokohnya.
Perbedaan ketiga buku ini bisa dilihat
dalam ending cerita. Tokkoh Robinson Crusoe dalam Daniel Defoe digambarkan
berhasil pulang ke Inggris yang penuh dengan peradaban dan hidup sesuai norma
yang berlaku. Sementara tokoh utama dalam Kehidupan
Liar, meski Robinson Crusou bertemu Whitebird,
kapal dari Inggris yang hendak menyelamatkannya pulang, ia malah menolak dan
lebih memilih tinggal di Pulau Speranza. Tournier lebih menonjolkan tokoh si Vendredi
ketimbang Robinson. Vendredi diceritakan lebih memilih peradaban lain untuk
berlayar ke Inggris dan meninggalkan Robinson. Sementara pada kisah yang
ditulis Jules Verne, tokoh utamanya tenggelam bersama pulau ketika terjadi
gempa bumi.
Para pembaca, novel yang tidak terlalu
tebal ini bisa menjadi teman baikmu saat sendirian. Juga bisa menjadi teman
kencanmu di kala kesepian. Atau bila kau tak kesepian dan tak butuh teman baik,
novel ini bisa menjadi salah satu buku favorit yang pantas ada dalam koleksi
rak bukumu.
Judul Buku : Kehidupan Liar
Penulis : Michel Tournier
Penerjemah : Ida Sundari Husein
Penerbit : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
Cetakan : Pertama, November 2016
Tebal Halaman : 135 halaman
Biodata Penulis
Rini Febriani Hauri, seorang
wanita bukan perempuan yang buku
puisi tunggalnya berjudul Suatu Sore,
Bersama Jassin (Bawah Arus, 2016). Sehari-hari beraktivitas sebagai
pengajar, editor lepas, dan sesekali menerjemahkan teks-teks asing. Di tahun 2017 memenangkan dua sayembara
penulisan buku cerita anak di tingkat Provinsi Jambi dan nasional.
Catatan : Tulisan ini pernah dimuat di www.langgampustaka.com tertanggal 01 Oktober 2017
Komentar
Posting Komentar