Langsung ke konten utama

Introvert yang Sembunyi di dalam Tubuhku



Sejak dulu, aku sangat menyadari bahwa aku seorang yang introvert. Aku takut keramaian dan orang asing yang kerap kali menghampiri. Sulit sekali rasanya berkomunikasi dengan orang baru, rasanya seperti aku harus mencoba menghancurkan sebuah dinding besar yang membuncah di tubuhku. Dalam berteman pun, aku hanya suka akrab dengan orang-orang tertentu saja. Meski sudah kenal dengan beberapa orang, rasanya agak sulit memulai komunikasi sehingga sebagian orang-orang menilaiku sombong. It’s oke.

Aku pernah merasakan pergulatan batin yang dahsyat. Orang lain dalam tubuhku membisikiku: “Bagaimana kamu akan menjadi orang besar bila kamu tak pandai cakap?” Rasanya aneh. Mengapa orang lain itu terus-menrus membisikiku? Aku tidak pernah ingin menjadi orang besar, tetapi dari bisikan itu aku mulai menyadari bahwa orang-orang pengecut sepertiku haruslah berubah. Aku harus mengubah diriku sendiri. Aku harus menumbuhkan kepercayaan diri di dalam diriku.

Maka aku memutuskan bergabung di sanggar modelling, dahulu namanya F&J Artist manajemen. Sungguh, aku pernah punya cita-cita konyol, yakni menjadi public figure. Baiklah, aku belajar banyak di sanggar itu, mulai dari pengembangan diri, Nge-MC, akting, dan catwalk. Walhasil, jiwa ekstrovertku sedikit demi sedikit bermunculan. Aku menjadi lebih berani berbicara di depan orang banyak (apalagi kalau Nge-MC). Aku juga lebih percaya diri saat peragaan busana. Beberapa kali aku mendapat juara pemilihan putri wajah bintang, meski aku gagal berkali-kali di ajang lainnya seperti pemilihan bujang gadis kota Jambi dan Putri Indonesia.

Berkali-kali lomba banyak kuikuti, meski berkali-kali pula aku kalah. Bagiku ini bukan masalah besar. Yang menjadi masalah sekarang, pasca aku tamat kuliah dan meninggalkan dunia modelling adalah sifat-sifat introvertku yang dominan muncul kembali meski aku harus bersandiwara ketika aku mengajar di depan kelas. Pada tahun 2013, meski aku sudah menasbihkan diri menjadi pengajar bimbel, aku pernah ikut memeragakan busana desainer Jambi, yang aku lupa namanya dan ternyata ada siswaku, anak SMA, yang juga menjadi partnerku. Sungguh malunya aku ketahuan buka jilbab dan memakai baju seksi (kebetulan aku dapat mini dress waktu itu).Ah, sudahlah aku tak mau mengingat-ingat kisah kelam itu. Setelah itu gosip tentangku bermunculan di kelas anak-anak 3 SMA.

Pascamenikah banyak lagi masalah lain yang datang. Bila bepergian dengan suami, mau-tidak mau aku pasti ngobrol dengan teman-temannya. Terkadang, aku lebih senang diam dan mengamati. Aku tidak banyak cakap. Namun, suamiku seringkali ngambek dan memintaku berbaur kepada rekan-rekan dosennya. Ini menjadi masalah yang tumbuh di dalam diriku. Aku sudah mencobanya ingin mengajak mereka ngobrol, tapi lidahku kelu sekali. Aku sebenarnya ingin mengikuti kemauan suamiku, tapi bagaimana lagi? Aku sudah beberapa kali mencobanya, tapi gagal.

“Jangan menjadi orang yang eksklusif! Berbaurlah!” kata suamiku. Aku semakin bingung. Demi Tuhan aku tidak pernah menginginkan diri menjadi seorang yang eksklusif, tapi aku memang kesulitan mencoba berkomunikasi dengan orang-orang yang meski aku sudah tahu wajah dan namanya.

“Kalau ada istri temanku, ajaklah ia mengobrol!” tambah suamiku. Rasanya nyeri sekali. Beberapa kali bertemu dengan istri-istri suamiku, beberapa kali kucoba mengobrol dan beberapanya berhasil. Tapi suamiku menginginkan hal lebih. Kau bisa bayangkan, di suatu keramaian, aku harus memulai perbincangan dengan cara yang sok akrab, bagi orang-orang introvert ini adalah hal yang sulit. Orang-orang boleh menilaiku sombong meski aku tak pernah bermaksud demikian.

Pernah suatu malam kami menonton teater di Taman Budaya Jambi. Karena takut merasa asing, aku mengajak temanku, Masyitoh. Saat di teater arena, aku meninggalkan suami dan duduk bersama Masyitoh. Saat teater sudah selesai, aku menghampiri suamiku dan berpamitan akan pergi ke kos Masyitoh. Sebab daripada aku menunggu suamiku dan teman-temannya mengobrol lama, kupikir lebih baik aku pergi saja. aku melihat di kiri kanannya ada teman-teman suami, tapi aku tak menyapanya karena memang mereka sedang asyik mengobrol.

Baiklah aku salah lagi. Seharusnya sebelum pergi, aku berpamitan dahulu kepada teman-temannya. Aku dimarahi lagi ketika di rumah. benar mungkin aku yang salah. Aku harus belajar berubah, katanya. Tapi aku bisa berubah kalau aku lagi Nge-MC. Aku bisa jadi orang yang supel. Tapi di dunia nyata, hal itu rasanya sulit sekali. Orang-orang introvert memang tak punya banyak teman, ia hanya memiliki segelintir teman yang benar-benar ia percaya.


Suamiku memang orang yang supel kepada siapa pun. Aku juga bisa lebih supel kepada siapa pun kalau di media sosial. Tapi kalau di dunia nyata memang agak sulit, paling aku cuma senyum aja. Pernah di suatu lomba di Kantor Bahasa Jambi, aku berniat tidak bakal datang di hari H Pengumuman. Saat aku ditelpon panitia, aku katakan saja bahwa aku tidak janji. Selang waktu beberapa jam, aku ditelpon Kepala Kantor Bahasa Jambi. Beliau bilang, “Kalau besok tidak mau datang, maka kalau ada lomba-lomba lagi di kantor bahasa, Mbak Rini tidak boleh ikut lagi,” aku hanya mengiyakan.

Betapa konyolnya, aku langsung menghubungi ilustratorku agar ia mau datang mewakiliku, tapi ia menolak. Suamiku menyarakan agar aku datang saja. aku semakin dilema. Bila aku datang dan menang, ini malah konyol, aku bakal ada di mana-mana. Namun jika aku datang dan kalah, ini juga sama konyolnya, konyol berada di antara keramaian. Karena membingungkan kutanya pula seorang kawan, beliau juga menyarankanku agar datang. Baiklah, akhirnya aku datang. Dan konyol sekali, aku menajdi pemenang. Ternyata telepon kepala kantor bahasa tadi hanyalah ancaman yang penuh dusta.

Aku menyukai sepi yang sunyi. Sunyi yang berdenging di telinga saat udara dingin masuk ke lubang gigi. Tiba-tiba ada yang menyelimuti hatiku, semacam kapas putih yang melilitnya. Aku ingin berubah menjadi orang yang ekstrovert tapi sulit sekali. Setidaknya, kata suamiku, aku harus belajar menjadi orang normal. Menurutnya aku bukan manusia normal karena beberapa kali ketahuan berbicara pada binatang dan benda-benda mati. Bagiku berbicara dengan benda-benda mati lebih menenangkan. Tapi kecenderungan ini menurut suamiku adalah hal-hal konyol yang dilakukan orang gila. Maka pernah kukatakan padanya bahwa aku memang tidak waras dan hampir gila. Ia hanya tertawa.

Kalau nonton sesuatu yang ramai, aku lebih senang bila hanya ditemani satu-dua orang saja, tapi kalau sudah beramai-ramai yang menemani, rasanya agak canggung untuk memulai obrolan. Kau tahu karena jiwa introvert ini begitu menghujamku, beberapa teman pernah bertanya, “Rini, mengapa kamu tidak pernah datang ke acara malam puisi jambi? Bukankah kamu suka menulis puisi?” Aku bingung mau menjelaskan apa. Aku hanya menghindari keramaian sebab keramaian seringkali membuatku sesak. Aku ingin berada di belakang layar. Aku tidak ingin dikenal. Aku tidak mau dikenal. Aku ini bukan siapa-siapa. Aku hanya orang introvert yang selalu berusaha menjadi ekstrovert seperti yang diingankan suamiku, supel terhadap teman-temannya. Semoga aku bisa yah. Sebab bila tidak, suamiku pasti akan marah. Ia lelaki baik yang sering bilang kalau aku terlalu berlebihan jika bersedih.

Hingga saat ini aku memang masih belum move on atas peristiwa di bulan Agustus 2017 lalu. Aku tidak bisa cerita banyak sebab tidak semua hal harus diketahui oleh publik. Semua yang aku munculkan di medsos hanyalah hal-hal berbau permukaan belaka. Segala kesedihan dan kebahagiaan, biarlah kami simpan untuk kami nikmati sendiri. Kesedihan yang berlarut-larut hanyalah sebuah pengalaman yang akan menguatkanku kelak. Aku tahu segalanya sudah menjadi takdir Tuhan.

Kau tahu, aku pernah divonis dokter mati muda karena penyakit kronisku, tapi hal ini tidak menimbulkan kekecewaan yang dalam. Buktinya, sampai sekarang aku masih hidup. Ayah ibuku pun tak kuberi tahu, hanya saudara terdekatku saja yang kuberi tahu. Aku pernah menunggu detik-detik kematian itu, tapi hingga kini ia tak hendak menjemputku. Ya, aku tahu kalau dokter bukanlah Tuhan. Aku pernah sangat benci pada dokter. Aku pernah sangat menyesal dilahirkan sebagai manusia. Seandainya aku hidups ebagai nyamuk saja, yang nasibnya tak jauh dari tepukan tangan manusia.

Semua hal yang berusaha ingin mengubahku, tentulah sebuah kesedihan. Dan aku tidak benar-benar tahu, kesedihan mana yang kini sedang menggerogoti hatiku.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pepatah Jepang I

diambil dari catatan Facebook, 17 Agustus 2010         Pepatah dalam bahasa Jepang disebut kotowaza (ことわざ)salah satunya nih, iwanu ga hana いわぬ が 花 artinya, tidak bicara itu bunga, maksudnya  diam adalah emas. "Aite no nai kenka wa dekinu" artinya Orang tak bisa bertengkar tanpa musuh. "Shippai wa seikou no moto" artinya kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda "Hito no uwasa mo shici jyu go nichi"  (人の噂も七十五日) artinya, gosip/rumor hanya bertahan selama 75 hari alias gosip/rumor tidak akan bertahan lama.  "Sarumo ki kara ochiru" 猿も木から落ちる  artinya kera juga bisa jatuh dari pohon.  Sama artinya dengan sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga "Baka mo ichi-gei" 馬鹿 も いちげい artinya, orang bodoh pun punya kelebihan/kebaikan "Arashi no ato, sora ni niji ga kakarimashita" artinya Badai pasti berlalu "Onna sannin yoreba kashimashii" artinya: di mana pun ketika ada t

10 Alasan Mengapa Kita Harus Berkunjung ke Perpustakaan

Hai, Sahabat Puan, sudah ada yang tahu kalau tanggal 14 September ternyata diperingati sebagai hari berkunjung ke perpustakaan? Ada yang tahu mengapa di Indonesia memunculkan hari peringatan ini? Tentu saja alasannya supaya masyarakat mau datang dan singgah untuk membaca. Coba ingat-ingat, selama bulan September ini, sudah berapa kali Sahabat Puan berkunjung ke perpustakaan? Beberapa kali atau bahkan tidak sama sekali? Sebenarnya, apa saja sih alasan-alasan seseorang mengunjungi perpustakaan? Yuk, simak alasannya berikut! Bisa Meminjam Buku Karena di perpustakaan adalah gudangnya buku, kamu bisa datang untuk meminjam buku apa saja sesuai keinginanmu. Syarat-syarat dan ketentuannya pun berbeda-beda sesuai regulasi perpustakaan masing-masing. Jika kamu sangat ingin membaca suatu buku dan kebetulan kamu tidak memiliki buku tersebut, atau buku tersebut sulit dicari di pasaran karena sudah langka, salah satu alternatif untuk membacanya adalah meminjam ke perpustakaan

Buku Profil Perempuan Pengarang & Penulis Indonesia

Oleh: Tri Wahyuni Zuhri Judul  : Profil Perempuan Pengarang & Penulis Indonesia Penulis : Kurniawan Junaedhie Penerbit : Kosa Kata Kita Jakarta Jumlah hlm. : 338 Tahun : 2012 Buku yang di tulis oleh Kurniawan Junaedhie dan di terbitkan oleh Kosa Kata Kita Jakarta, memang cukup banyak di cari. Terutama karena buku ini memuat sekitar 800-an lebih profil perempuan pengarang dan penulis Indonesia.  Sejak zaman Saadah Alim, perempuan pengarang kelahiran 1897, hingga Sri Izzati, pengarang kelahiran 1995. Dalam kata pengantar di buku ini, Kurniawan Junaeid menjelaskan alasannya membuat buku Profil Perempuan Pengarang dan Penulis Indonesia.  Selama ini masih sedikit sekali buku  literatur yang menjelaskan sepak terjang perempuan pengarang dan penulis di Indonesia.  Sebut saja buku-buku tersebut antara lain Leksikon Kesustraan Indonesia Modern Edisi Baru (Djambatan, 1981) di susun oleh Pemusuk Eneste, Leksikon Susastra Indonesia (Balai Pustaka, 2000) yang di su

Rise For Holiday