Novel yang berjudul asli Semeynoye Schast’ye telah diterjemahkan dalam banyak bahasa. Pertama
kali terbit di Indonesia pada tahun 1976. Kisah dalam novel ini dibuka dengan
meninggalnya ibu Masha dan Sonya, lalu dalam menjalani hari-hari ke depan di
desanya, mereka tinggal bersama kakeknya Gregory tua dan wanita pengasuh
bernama Katya- yang telah dianggap sebagai ibu oleh Masha dan adiknya.
Novel ini terdiri atas dua
bagian. Bagian pertama terdiri atas lima bab mengisahkan kehidupan Masha (Marya
Alexandranova) sebelum menikah, gadis 17 tahun, jatuh cinta kepada sahabat
almarhum ayahnya bernama Sergey Mikhailich, bujangan tua berusia 36 tahun, yang
pada saat itu menjadi walinya. Pada setiap kunjungannya, Sergey seringkali
menasihati dan membimbing Masha yang jauh dari kata dewasa. Masha yang kala itu
butuh pegangan merasa utuh dengan kunjungan rutin Sergey.
Hingga pada saat Sergey tak
datang ke rumahnya, Masha merasa sepi dan sendiri. Ia pun kemudian menyadari
bahwa ia telah jatuh cinta kepada Sergey, lelaki dewasa yang jauh dari gambaran
lelaki impiannya. Ternyata diam-diam, Sergey juga telah lebih dulu mencintai
Masha. Akhirnya, sosok sergey yang digambarkan begitu kaku, dingin, dan datar
berhasil juga mengungkapkan perasaannya kepada Masha. Kemudian mereka
bertunangan dan menikah. Tentu saja kebahagiaan ini bukan hanya milik mereka
berdua semata. Dua pihak keluarga hingga ke pelayannya pun turut berbahagia.
Sementara bagian kedua terdiri
atas tiga bab, Tolstoi mengisahkan kehidupan Masha dan Sergey pascamenikah.
Masha tinggal bersama suami, ibu mertua, dan para pelayannya. Di bagian kedua
ini, Katya dan Sonya hanya dimunculkan di bab terakhir saja. Kebahagiaan Masha
sebagai seorang istri membuatnya pasrah terhadap kehidupan, yakni ia rela
berusaha melakukan apa saja demi kebahagiaan suaminya. Masha yang menikah muda
masih labil dan keras kepala meski belum banyak memiliki pengalaman hidup.
Sebagai suami, Sergey memberikan
kebebasan kepada istrinya dalam artian ia tidak ingin menguasai istrinya.
Menurut Sergey ia tak memiliki hak untuk membatasi hak Masha untuk mendapatkan
pengalaman sebanyak-banyaknya. Masha lantas salah paham sebab merasa tidak
dikendalikan oleh suaminya. Tadinya ia berpikir dalam sebuah pernikahan,
seorang istri berada di bawah kekuasaan suaminya.
Demi pekerjaannya, Sergey
seringkali pergi ke kota dan meninggalkan Masha. Suatu ketika, Masha dan Sergey
menginap seminggu ke Moskow. Kemudian ia
hijrah lagi ke St. Petersburg. Fenomena urban yang dialami Masha merupakan
kritik sosial Tolstoi. Kebanyakan memang orang-orang desa yang berpindah ke
kota akan merasa betah dan tidak mau pulang lagi ke desanya. Gejolak inilah
yang kemudian dialami Masha. Kebahagiaan rumah tangganya lantas teracam dan terguncang
karena Masha yang rendah hati menjadi masyur di kalangan para bangsawan kota
tersebut. Namun, ia jadi gila pesta – suatu keadaan yang hampir tak pernah ia
temukan di desanya. Saat Sergey dan anak lelakinya pindah ke desa, Masha masih
tetap berada di kota hingga ia menyadari kesalahan-kesalahan yang telah
dilakukannya. Masha memutuskan pulang ke desa menemui Sergey suaminya.
Novel yang menggunakan sudut
pandang aku sebagai Masha ditulis
dalam bahasa yang mengalir dan mendalam. Namun, sarat dengan bahasa yang mendayu-dayu
sehingga mampu menyeret-nyeret perasaan, mengaduk-aduk hati, dan mengiris emosi
yang terkadang menyayat. Sebagai penulis lelaki yang menonjolkan tokoh
perempuan, Tolstoi sangat pandai menggambarkan perangai Masha yang memang
merupakan kegelisahan para perempuan muda yang haus akan cinta dan kasih sayang
seorang lelaki dewasa. Tolstoi juga piawai dalam mengisahkan gagasan tentang
keluarga yang baik dan keluarga yang buruk.
Cerita lebih banyak menonjolkan
perasaan tokoh Aku juga diselipkan
dialog antartokoh Sergey dan Masha yang begitu datar. Saya curiga bahwa kisah
ini merupakan pengejawantahan dari pengalaman Tolstoi dan istrinya sebab ia
menikahi istrinya pada saat usia mereka terpaut enam belas tahun.
Beberapa indikator penting agar
Sahabat Puan memperoleh kebahagiaan hidup sebagaimana yang dikisahkan Leo
Tolstoi dalam novelnya, antara lain hidup dalam kesederhanaan dan menjunjung
tinggi humanisme meskipun kaya, rajin berdoa dan bersyukur kepada Tuhan Yang
Maha Esa, menolong orang yang sedang dalam kesulitan, tak melulu memikirkan
hasrat duniawi, mencintai dan dicintai oleh keluarga, menjaga kesetiaan
hubungan, memiliki keturunan yang baik, lokasi tempat tinggal yang tenang,
pembagian tanggung jawab dalam keluarga, berani meminta maaf jika melakukan
kesalahan, tidak menghambur-hamburkan harta sesukanya, menjaga nama baik
keluarga, dan hiduplah untuk membahagiakan orang lain! Indikator-indikator ini
tergambar dalam kisah-kisah yang dialami oleh Sergey dan Masha dalam menjalani
kehidupan.
Di bab sembilan sebagai penutup,
Masha dan Sergey saling mencurahkan perasaan satu sama lain bahwa perasaan
cinta seperti semula mereka bertemu sudah takada lagi. Namun, yang tersisa
hanyalah rasa sayang dan komitmen dalam mempertahankan rumah tangga.
Bila cinta dalam sebuah
pernikahan telah mati akibat mengalami beberapa penderitaan, resep bahagianya janganlah
menyesali masa lampau! Sebab cinta yang telah mati takkan hidup kembali.
Ingatlah pada komitmen awal pada saat tangan takdir menyatukan cinta antara kau
dan dia. Lalu, wujudkan komitmen tersebut dan pertahankanlah rumah tanggamu
sampai maut yang hanya mampu memisahkan!
Judul Terjemahan : Rumah Tangga yang Bahagia
Penulis : Leo Tolstoi
Penerjemah : Dodong Djiwapraja
Penerbit : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
Cetakan : Pertama, Juli 2016
Tebal Halaman : 137 halaman
Catatan: Tulisan Rini Febriani Hauri pernah dimuat di puan.co tertanggal 09 Nov 17. Sila klik link http://puan.co/2017/11/indikator-kebahagiaan-hidup-menurut-leo-tolstoy/
Komentar
Posting Komentar