Novel Dostoyevski berjudul Zapiski Iz Podpol’ya dalam bahasa Rusia
pertama kali terbit pada tahun 1864. Terjemahan novel ini dalam bahasa
Indonesia berjudul Catatan dari Bawah
Tanah. Pernah tiga kali cetak di bawah penerbit PT Dunia Pustaka Jaya,
yakni pada 1979, 1992, dan 2008.
Dostoyevski memiliki nama asli
Fyodor Mikhailovitsy Dostoyevski merupakan sastrawan terbesar Rusia yang
karya-karya banyak memberikan dampak signifikan terhadap perkembangan karya
sastra dunia di abad ke-20. Ia telah menulis banyak novel yang telah
diterjemahkan dalam berbagai bahasa.
Novel Catatan dari Bawah Tanah yang berbobot falsafi ini terdiri atas dua
bab utama. Bab pertama terdiri atas sebelas bagian. Sementara bab kedua berisi
sepuluh bagian. Gaya penulisan novel ini dibuat seolah seseorang yang tengah
mencurahkan isi hati dan perasaannya kepada orang lain. Dostoyevki menyapa
pembacanya dengan sebutan “Tuan-Tuan” meski tidak semua pembacanya adalah
laki-laki.
Pada bab pertama, Dostoyevski
memunculkan sosok Aku sebagai tokoh
utama – lelaki empat puluh tahun yang hidup di bawah tanah dan diliputi
kegelapan. Aku dalam novel ini
mengaku sebagai seorang yang cerdas – yang pemikirannya di atas rata-rata.
Kecerdasannya itu sungguh menyiksa batinnya, sebab ia tidak mampu melakukan
hal-hal spontan tanpa ia pikir terlebih dahulu.
Di bagian pembuka, Aku mengatakan bahwa dirinya orang sakit
yang pendendam. Aku memaparkan pemikiran-pemikirannya
mengenai kehidupan – yang sangat berbeda dengan pemikiran orang-orang
kebanyakan. Aku juga menceritakan
tentang kejadian yang telah ia alami selama hidupnya.
Sosok Aku
dalam cerita ini tidak digambarkan fisiknya sehingga pembaca bisa merasakan
bahwa tokoh Aku yang hidup di bawah
tanah, seperti bagian yang tercerai-berai. Ia seperti ada di mana-mana: di
dalam buku, di dalam dinding rumah atau di dalam tubuh pembaca. Tokoh Aku dalam beberapa hal dapat dikatakan
sebagai orang yang bijak, namun di lain hal ia penuh dengan keragu-raguan.
Karakter dari tokoh Aku sulit sekali
ditemukan secara utuh mengingat ia bukan hanya sakit secara fisik, tapi juga
secara psikis. Nuansa gelap dan suram benar-benar kentara.
Kisah pada bab pertama ini, tokoh Aku seolah-olah berusaha menelanjangi
kebobrokan manusia, seperti keserongan moral, kepengecutan, ketakutan, keputusasaan,
hingga sisi terburuk manusia. Hemat
saya, Dostoyevski berbakat menjadi filsuf meskipun selama hidupnya ia tak
pernah menelurkan buku teori filsafat. Saya jadi teringat eksistensialisme Jean
Paul Sartre yang banyak menggarap permasalahan dan menitikberatkan ini pada
sosok manusia. Ketika manusia sadar akan dirinya sendiri, maka dia terhubung
dan berhubungan dengan sesuatu yang bersifat dinamis dan berubah-ubah. Kisah
ini sarat dengan hal tersebut.
Dostoyevski sangat pandai
menguraikan analisisnya mengenai pemahaman psikologis manusia. Buku ini
termasuk novel dengan kategori bacaan berat sehingga meskipun sudah fokus
membaca, kita akan berusaha mengulang kembali kalimat demi kalimat dan
menelaahnya dengan saksama. Mengapa termasuk kategori bacaan berat? Karena
titik fokusnya lebih kepada pemikiran-pemikiran yang terkadang paradoks,
absurd, dan mengupas sisi lain dari manusia. Bagi pembaca yang tidak sabar,
pasti akan merasa bosan dan barangkali akan berpaling ke buku yang lain. Selain
itu, terdapat beberapa istilah asing
yang tidak disertai catatan kaki.
Kebosanan lain yang akan pembaca
temukan dalam bab I, yakni tokoh Aku sering
mengulang-ulang kepastian matematis. Baginya, hidup ini bukanlah sebuah rumus
mate-matika yang selalu penuh dengan kepastian, sebab selalu ada
kemungkinan-kemungkinan lain yang akan selalu terjadi. Menurut Dostoyevski,
salah satu kepastian yang paling ia percaya adalah kematian. Namun, Dostoyevski
mampu mengubah hal-hal (yang di masa kini dianggap) negatif menjadi sesuatu
yang positif. Misalkan baginya penyesalan dan penderitaan adalah suatu kenikmatan.
Juga ia selalu bangga dengan kemiskinannya.
Dalam beberapa hal, tokoh Aku juga mempertanyakan kebenaran sains.
Menurutnya, bila dua ditambah dua sudah mutlak jawabannya empat, barangkali
jawaban lima akan memberi warna bagi sudut pandang yang lain. Ia juga berpesan
kepada pembaca agar lebih menggunakan akal daripada perasaan.
Sementara pada bab II, Masih
dengan sudut pandang Aku, ia
mengisahkan kehidupannya saat berusia 24 tahun yang tengah bekerja di sebuah
kantor pemerintahan. Bab ini berbeda jauh daripada bab pertama. Tokoh Aku mengisahkan masalah yang ia hadapi
bersama kawan-kawannya (Zverkov, Simonov, Ferfitchkin, dan Trudolyubov). Tokoh Aku merasa dikucilkan oleh
teman-temannya. Ia selalu merasa terasing di mana pun dia berada. Ia pun juga
memiliki beberapa permasalahan dengan Apollon, pembantunya. Penolakan-penolakan
lingkungan terhadap tokoh Aku membuat
Aku kehilangan daya untuk mencintai
dan dicintai sehingga ia mengorbankan cita-citanya dengan tujuan despotisme.
Pada bagian keenam hingga cerita
ditutup, tokoh Aku bertemu dengan
tokoh perempuan bernama Liza, yang merupakan seorang pelacur. Menariknya,
penerjemah lebih senang menggunakan diksi “cabo” dibanding “pelacur”. Kehadiran
tokoh ini tentu saja mengejutkan dan tidak disangka-sangka oleh pembaca. Lalu, di
awal pertemuan, tokoh Aku jatuh cinta
kepada Liza. Aku yang berlagak bijak
memberikan petuah-petuah kehidupan kepada Liza seputar perkawinan, keturunan,
kebersyukuran, dan lain-lain. Setelah Liza mabuk akan kepiawaian kata-kata
tokoh Aku, akhirnya Liza datang ke
alamat rumah si Aku. Di sanalah
permasalahan timbul. Tokoh Aku
menceracau semaunya hingga merendahkan Liza. Ia bertindak seolah-olah seorang
despot. Hingga akhirnya Liza pergi meninggalkannya.
Anda tertarik membacanya?
Tertarik atau pun tidak, tentu pilihan ada di tangan Anda.
Judul Terjemahan : Catatan dari Bawah Tanah
Penulis : Fyodor Dostoyevski
Penerjemah : Asrul Sani
Penerbit : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
Cetakan : Pertama, Juli 2016
Tebal Halaman : 155 halaman
Catatan: Tulisan Rini Febriani Hauri ini pernah dimuat di puan.co tertanggal 19 Oktober 2017
sila klik link http://puan.co/2017/10/despotisme-dari-ruang-gelap/
Komentar
Posting Komentar