Oleh: Rini Febriani Hauri
Salah satu penyair
wanita Jambi yang sudah melanglang buana di jagat sastra Indonesia, yakni
Ramayani Riyance. Pada tahun 2016, ia menerbitkan buku kumpulan puisi berjudul Behrouz dan Pertunjukkan Hujan yang
berisi 98 judul puisi dengan rentang waktu karya dari tahun 2008 – 2016. Namun,
puisi dalam kurun waktu terbanyak ada pada tahun 2010 yaitu 48 judul. Sementara
yang paling sedikit puisi di tahun 2015, yaitu satu puisi dan tahun 2011 ada
dua puisi. Dengan kata lain bahwa mayoritas puisi di buku ini ditulis pada
tahun 2010. Di era ini terlihat produktivitas karya yang sangat signifikan.
Kecenderungan estetik
yang ditawarkan dalam buku tersebut adalah kecenderungan semantik, yakni dalam
larik-larik puisinya adalah lugas. Kelugasan ini di satu sisi memudahkan
pembaca dalam melakukan penafsiran. Tentu saja puisi juga merupakan salah satu
karya yang dimaksudkan untuk membangun komunikasi dengan pembacanya. Namun, hal
ini tentu saja bukan tanpa risiko. Betapa tidak, kelugasan yang dibangun dalam
struktur puisi, alih-alih mampu untuk membangun sifat estetik puisi justru
malah menghilangan prasyarat kepuitisannya. Hal ini senada dengan yang
disampaikan oleh Barfield dalam Pradopo (2007: 54) bahwa bila kata-kata disusun
dan dipilih dengan cara yang sedemikian rupa hingga artinya dimaksudkan untuk
menimbulkan imajinasi estetik, maka hasilnya disebut diksi puitis. Dalam artian, diksi tersebut bertujuan untuk memperoleh kepuitisan dan
mendapatkan nilai estetik.
Berdasarkan asumsi di
atas, jika kita membaca buku kumpulan puisi berjudul Behrouz dan Pertunjukan Hujan, diksi puitis yang dimaksudkan oleh
Barfield tersebut belum terpenuhi. Sebagai contoh kutipan puisi berikut ini:
Saat kita duduk berdua dalam
hangatnya malam di sini
Saksikan pertunjukan hujan menari-nari
di teras rumah
Mengajak kita mengenang indahnya masa
lalu kembali
Ribuan butir hujan lepaskan cangkangnya
lebur kenangan
(“Pertunjukan Hujan”, bait ke-1, hlm.
48, tahun 2009)
Kutipan
di atas menunjukkan bagaimana karakter diksi yang dipilih dalam rangkaian
semantik baris-baris puisinya nampak lugas dan cair. Kecenderungan ini entah
disadari atau tidak, mengindikasikan bahwa penggunaan bahasa sebagai aspek
puitik masih sebatas komunikasi verbal, tanpa ada proses pemadatan sehingga kesan
lugas atau langsung dari puisi bisa ditunda melalui kepadatan dan kepaduan
diksi-diksinya. Hal ini senada yang disampaikan oleh Riffaterre bahwa untuk
memahami hakikat puisi diperlukan juga ketaklangsungan ekspresi. Melalui
ketaklangsungan ekspresi tersebut, puisi bisa dipahami melalui konvensi
kebahasaan yang melekat pada dirinya. Ketaklangsungan ekspresi tersebut diperoleh
melalui penggantian arti (displacing of
meaning), penyimpangan atau pemelesetan arti (distorting of meaning), dan penciptaan arti (creating of meaning).
Dari kutipan di atas
bisa kita simpulkan bahwa puisi “Pertunjukan Hujan” belum sepenuhnya berhasil
mencapai aspek kepadatan dan ketaklangsungan ekspresi yang keluar dari bahasa
konvensional atau sehari-hari. Puisi selanjutnya berjudul “Behrouz” ditulis
pada tahun 2009.
kutulis puisi dari biru matamu
waktu, menyabarkan angan
dari manjamu
(Bait ke-1, hlm. 75)
Meskipun
ditulis pada tahun yang sama, pemilihan diksi puisi di atas bisa dikatakan
lebih baik daripada puisi “Pertunjukan Hujan”. Dari segi kepadatan dan ekspresi
bisa terlihat bahwa puisi “Behrouz” mengalami pengolahan yang lebih matang. Namun
demikian, rata-rata karya yang disajikan oleh Ramayani Riyance memiliki
kecenderungan yang sama dengan puisi “Pertunjukan Hujan”. Bisa disimpulkan
bahwa secara umum menulis puisi tentu dibedakan dengan menulis prosa melalui
kekuatan diksi. Karena dalam puisi tidak semua peristiwa bisa diceritakan, hanya
bagian inti peristiwa saja yang bisa diceritakan. Untuk mendukung hal tersebut,
maka diperlukan kejelian, ketelatenan, dan kepekaan dalam penggunaan bahasa
oleh penyair. Alih-alih menimbulkan satu imajinasi estetik yang padat, justru
puisi tersebut menguraikan peristiwa sehingga terkesan cair (dispersi).
Ulasan
ini masih bersifat permukaan dan spekulatif atas pembacaan sekilas terhadap buku
kumpulan puisi berjudul Behrouz dan
Pertunjukkan Hujan. Sebagai penyair wanita yang cukup tenar secara
nasional, sangat disayangkan kiranya bila karya Ramayani Riyance berhenti di fase
sini. Saya percaya dengan keseriusan dan proses yang intensif, kualitas estetik
puisi-puisi Ramayani Riyance berikutnya bisa memberikan alternatif dan corak
baru bagi dunia kepenulisan di Jambi.
Jerambah
Bolong, April 2017
Rini Febriani Hauri, tinggal di Jerambah Bolong, menyukai buku-buku fiksi
dan filsafat.
Komentar
Posting Komentar