Dokumentasi Koran Jambi Independent, 10 April 2011
Jerambah Bolong, April 2011
Mencuatnya kabar bahwa Pemerintah DKI Jakarta akan mengurangi
anggaran untuk Pusat Dokumentasi Sastra PDS HB Jassin, membuat kalangan
pecinta sastra semakin lesu dan gigit jari. Sesuai SK Gubernur Jakarta,
PDS HB Jassin hanya akan menerima anggaran Rp 50 juta per tahun.
Anggaran tersebut jelas tak mampu mencukupi biaya perawatan,
pemeliharaan dan pengasapan buku di PDS HB Jassin yang merupakan pusat
studi kesusastraan paling lengkap seindonesia. Padahal, dahulunya
subsidi untuk kegiatan operasional PDS HB Jassin sebesar Rp360 juta /
tahun. Seiring berjalannya waktu subsidi tersebut berkurang menjadi
Rp300 juta, kemudian berkurang lagi menjadi Rp164 juta hingga akhirnya
kini menjadi Rp50 juta.
Keadaan tersebut membuat Khrisna
Pabichara dkk – seorang penulis dan juga motivator – memutar otak hingga
terciptalah sebuah ide kreatif. Gerakan Koin Sastra. Gerakan ini
diadakan atas dasar nurani – tentu mendapat reaksi pro dan kontra dari
berbagai kalangan. Gerakan ini diapresiasi masyarakat pecinta sastra di
Indonesia mulai dari kalangan bawah – atas hingga masyarakat yang
memiliki ruang berlebih. Tujuannya tak lain mempertahankan asset bangsa
yang sangat berharga itu. PDS HB Jassin sendiri dahulunya didirikan oleh
HB Jassin pada tahun 1930. Bertempat di sebagian gedung di kompleks
Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta.
Inti dari
Gerakan Koin Sastra menurut Khrisna Pabichara pada saat
berbincang-bincang dengan saya via telpon beberapa hari lalu antara lain
: program wisata sastra bagi SMP – SMA (sedang dikoordinasikan dengan
Depdiknas untuk melakukan kunjungan ke PDS HB Jassin satu sekolah /
bulan), menjadikan PDS HB Jassin pusat kesenian terutama seni sastra,
menawarkan relawan untuk kliping sastra dan pengarsipan data (sejauh ini
masih terkumpul lima puluh tujuh orang resmi yang berasal dari Jakarta,
Denpasar, Bandung, Semarang, Malang, Surabaya), digitalisasi literatur
(memindahkan data dalam format digital agar masyarakat bisa membuka
dokumen tanpa harus datang ke Jakarta.), penerjemahan bahasa asing (dari
sastra Indonesia ke bahasa asing maupun sebaliknya).
***
Gerakan
Koin Sastra telah mampu menyerahkan 6 personal computer (PC), 2 printer
dan 4 scanner untuk Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin. Sementara
dana abadi yang ditargetkan yakni 15 milyar. Hingga awal April ini
telah terkumpul dana sebesar Rp. 107.684.000,- . Program ini
berkesinambungan dan tak dapat ditentukan secara pasti batas waktu
berakhirnya Gerakan Koin Sastra ini.
Hingga kini
masyarakat luas yang berada di dalam maupun luar negri masih gencar
menjalankan Gerakan Koin Sastra. Di luar negri sendiri, beberapa
mahasiswa Indonesia yang bermukim di Taiwan, Belanda dan California
sedang berusaha menggalangkan koin sastra demi mempertahankan sejarah
dan kebudayaan bangsa, PDS HB Jassin. Sementara di dalam negeri gerakan
ini telah menjadi virus yang menyerang beberapa kota di Indonesia
seperti Jakarta, Denpasar, Bandung, Semarang, Malang, Surabaya,
Yogyakarta, Kendari, Makassar, Balikpapan, Lampung, Palembang, dan
Padang.
Awal mula aksi penyelamatan PDS HB Jassin beredar
di akun twitter per tanggal 18 Maret 2011. Selain itu, para pecinta
sastra juga menggalang dukungan lewat akun jejaring sosial Facebook.
Gerakan ini selain menyelamatkan pusat literasi berharga milik Indonesia
juga menggalang persatuan bangsa seperti yang telah diriwayatkan dalam
sila ke-3 lambang negara kita.
***
Lebih lanjut,
Khrisna mengutarakan ada beberapa hal penting – ia dkk menggagas Gerakan
Koin Sastra. Melakukan aksi penyelamatan PDS HB Jassin adalah sebuah
jalan membentuk karakter bangsa dengan sastra. Bila upaya ini berhasil,
seratus tahun ke depan kita tak akan kehilangan dokumen-dokumen kuno
asli milik Indonesia di dunia literasi. Becermin dari masa lalu.
Indonesia telah kehilangan beberapa naskah kuno serat chentini
dan naskah kuno lainnya. Naskah-naskah tersebut hanya dapat ditemui di
negara lain yang pernah melakukan penelitian filologi di Indonesia.
Kalau bukan dari sekarang kita bergerak cepat, siapa lagi yang dapat
menyelamatkan pusat studi literasi kita ?
Sejarah mencatat
HB Jassin, yang pernah diberi julukan A Teeuw Indonesia, pernah
memiliki riwayat pengalaman panjang di beberapa institusi yang
berkenaan dengan sastra, salah satunya di Balai Pustaka. Seperti
diketahui bulan April dikenal dengan bulan Sastra Nasional. Yakni
mengenang kematian Chairil Anwar – penggagas puisi baru pada zamannya –
sastrawan angkatan 45. Ia tutup usia ketika berusia 27 tahun tepat di
tanggal 28 April 1949. Atas nama penyakit TBC Kronis dan Spilis. Chairil
Anwar meninggalkan sejarah bagi perkembangan dan pembaharuan
kesusasteraan Indonesia. Beberapa tulisan tangan asli miliknya masih
tersimpan rapi di PDS HB Jassin.
HB Jassin dalam banyak
tulisannya mengemukakan terdapatnya pemisahan yang tegas antara konsepsi
sastrawan pujangga baru dengan konsepsi sastrawan generasi 45. Hal lain
yang membuat Chairil Anwar beruntung adalah sajak-sajaknya pernah
ditemukan seorang redaktur muda, HB Jassin. Jassinlah yang tekun
mengikuti proses penciptaan, membuat bahasan yang bagus dan memikat
mengenai Chairil Anwar. Jassin pula lah yang menjadi juru tafsir dan
juru bicara yang menjembatani berbagai cobaan estetik Chairil ke tengah
masyarakat luas. Jadilah Chairil Anwar sebagai seorang penyair yang
meledak-ledak dengan gairah muda, sebagai representasi bagi citra sebuah
bangsa yang muda dan meledak-ledak pula. Tapi Chairil adalah Chairil.
Ia hidup bagai lilin yang dinyalakan kedua sumbunya. Kenangan tentangnya
penuh dengan kontroversi. Gaya hidupnya parlente tapi bohemian dan
urakan berjalan seiring affairnya dengan berbagai wanita. (Sejarah
Sastra Indonesia, 1998 : 74-75).
***
Kembali ke
Gerakan Koin Sastra – dampak positif dari adanya Gerakan Koin Sastra
ini adalah PDS HB Jassin menjadi semakin ramai dikunjungi. Beberapa
acara bedah buku telah digelar di tempat itu. Padahal dahulunya PDS HB
Jassin hanya sering dikunjungi oleh beberapa komunitas tertentu saja.
Terlalu riskan untuk mengadakan acara. Namun sekarang – dunia berkata
lain. PDS HB Jassin terbuka untuk umum – tentunya dengan pemantauan dari
pihak yayasan.
Di Sumatera sendiri, gerakan ini sedang
digalang dan diupayakan di beberapa kota seperti Lampung, Palembang dan
Padang. Lalu bagaimana dengan Negeri Sepujuk Jambi Sembilan Lurah ?
Akankah mahasiswa sastra dan masyarakat pecinta sastra di Jambi akan
mulai menggalang Gerakan Koin Sastra di bulan Sastra ini ? Atau
sebaliknya – duduk diam berpangku tangan menjadi penonton ? Sesiapapun –
mari kita dukung Gerakan Koin Sastra agar PDS HB Jassin tetap bernyawa
dan berjaya sepanjang masa.
Pecahkan teka-teki yang
telah kulihat ini, tafsirkan untukku wangsit yang telah diterima oleh
dia yang paling sendirian ini ! Sebab yang kudapat adalah sebuah wangsit
dan sebuah pertanda : apa yang telah kulihat dalam perumpamaan ini ?
Dan Siapakah yang akan datang suatu hari nanti ? Demikian Nyanyian Zarathustra (Nietzsche, 2010 : 262).
Jerambah Bolong, April 2011
Komentar
Posting Komentar