Di bawah kepemimpinan
walikota Jambi Sy Fasha, wajah Kota Jambi mengalami perubahan. Banyak
taman-taman dibangun untuk mengubah citra Jambi menjadi kota yang nyaman. Bukan
hanya nyaman dipandang, melainkan juga nyaman untuk ditempati terlebih lagi
dirindukan bagi mereka yang merantau.
Salah satu taman yang
cukup menonjol dan pernah melahirkan kontroversi, yakni Taman Jomblo Jambi. Fasha
digadang-gadang sebagian besar masyarakat sebagai peniru Ridwan Kamil –
Walikota Bandung – karena beliau juga
telah lebih dulu mendirikan Taman Jomblo di Bandung. Lantas, apakah meniru
adalah hal yang salah? Meski banyak yang protes terkait penamaan taman, tak
sedikit pula yang mendukung pembangunan taman kota ini.
Taman Jomblo Jambi terletak di Jalan Jendral Basuki
Rahmat, Paal Lima, Kota Baru, Kota Jambi, tepatnya bersebelahan dengan kantor Walikota
Jambi. Taman ini bisa digunakan sebagai tempat santai bersama keluarga, tempat jogging, bermain sepeda, atau tempat
nongkrong bagi anak-anak muda. Biasanya paling ramai saat akhir pekan. Tak ketinggalan
pula para pedagang kaki lima yang siap meraup untung. Para pengunjung bisa juga
berfoto di trotoar warna-warni atau di depan jargon taman ini yang bertuliskan Pedestrian Jomblo. Dalam Kamus Bahasa
Indonesia V, arti pedestrian, yakni pejalan kaki.
Pengunjung Taman Jomblo sendiri bermacam-macam, mulai
dari balita hingga orang dewasa. Yang sudah tua pun boleh datang ke tempat ini,
asal dalam pengawasan keluarga ya! Memang tempat ini dialokasikan buat
pengunjung untuk berjalan kaki. Selain sehat, pengunjung juga bisa mencuci
mata. Bagi Sahabat Puan yang senang berolahraga, bisa juga datang ke tempat
ini. Alat-alat olahraga sudah terpsang di trotoar warna-warni. Sayangnya,
masih banyak masyarakat yang belum memahami peraturan penggunaan alat-alat
olahraga tersebut.
Di dalam salah satu
peraturan yang telah tertempel di sebelah tenggara dari jargon pedestrian
jomblo tertulis bahwa alat-alat olahraga
bukanlah permainan. Alat-alat olahraga tidak diperuntukkan oleh anak-anak di
bawah usia 10 tahun. Kenyataannya, saat beberapa kali saya main ke Taman
Jomblo, saya menemukan banyak anak-anak di bawah usia 10 tahun yang memainkan
alat tersebut tanpa kontrol orang tua. Bahkan, ada juga beberapa orang tua yang
memang mempersilakan anaknya untuk memainkan alat-alat peraga tadi. Barangkali
para orang tua belum tahu peraturan ini. Barangkali memang tidak terlalu banyak
pengunjung yang membaca peraturan tertulis ini mengingat letaknya yang kurang
strategis? Atau budaya membaca masyarakat Jambi sendiri yang mungkin masih
perlu dibenahi?
Maklum, peraturan yang
tertempel biasanya memang tidak akan banyak dibaca sebab fenomena kelisanan di
provinsi ini yang masih mengakar. Masyarakat yang tahu akan peraturan ini
tentunya ada, tetapi yang tidak tahu barangkali jumlahnya lebih banyak karena
faktor tadi. Sebagian masyarakat akan lebih mudah memahami peraturan bila
dilisankan? Bila pemerintah yang harus berkoar-koar setiap waktu tentulah tidak
efektif juga. Kalau sudah seperti ini siapa yang salah? Kesadaran masyarakat
terhadap norma-norma yang ada seharusnya menjadi pegangan bahwa fasilitas
publik yang ada bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, melainkan
tanggung jawab kita bersama. Pemerintah menyediakan fasilitas dan kitalah yang
merawatnya secara bersama-sama?
Apakah anak-anak perlu
ditindak karena melakukan pelanggaran? Atau apakah pelanggaran ini sepenuhnya
dibebankan ke orang tua? Anak-anak yang masih senang bermain tentu memerlukan
perhatian khusus. Pemerintah yang sudah sangat kretaif membangun taman ini juga
perlu memikirkan fasilitas yang ramah anak agar anak-anak memainkan permainan
yang sesuai dengan usia mereka. Ke depan, semoga permainan khas anak-anak di
bawah usia sepuluh tahun akan diwujudkan.
Dengan bahasa dan tutur
sapa lembut, anak-anak yang memainkan alat peraga yang datang ke tempat ini
tanpa orang tua bisa dinasihati. Jika mereka datang bersama orang tua, perlu
diberikan pengarahan agar memabangun kesadaran bahwa alat-alat peraga ini hanya
boleh digunakan bagi mereka yang berusia di atas sepuluh tahun. Pertanyaannya,
siapa yang berhak melakukan hal semacam ini? Apakah pemerintah saja atau harus
berkoordinasi dengan masyarakat juga? Mengingat fasilitas yang ada seharusnya
menjadi tanggung jawab bersama. Masalahnya, terkadang ada juga sebagian
masyarakat yang bebal bila dinasihati dengan sesama masyarakat.
Barangkali pemerintah
perlu menyediakan petugas yang berjaga setiap Sabtu-Minggu guna mengontrol
keadaan mengingat masih banyaknya alat-alat peraga yang dikira anak-anak
merupakan permainan bagi mereka. Padahal, jelas di peraturan telah tertulis
bahwa pemakaian alat peraga di luar
petunjuk berisiko menimbulkan cedera. Solusi ini tentunya demi kebaikan
bersama. Tentunya tidak ada satu orang tua pun yang menginginkan anaknya
cedera. Jika tanpa disengaja anak tersebut jatuh/cedera? Siapa yang akan
bertanggung jawab? Apakah pemerintah? Tentunya tidak bukan?
Dengan adanya Taman
Jomblo Jambi memang membawa angin segar. Di sisi lain, masyarakat yang belum
teredukasi harus menumbuhkan kesadaran untuk mematuhi peraturan yang berlaku. Bila
masih terus-menerus seperti ini kemungkinannya sebagian masyarakat belum siap
dengan adanya ruang dan fasilitas publik.
Ruang publik bagi
masyarakat merupakan ruang bebas yang telah disediakan oleh pemerintah sehingga
terkadang sebagian masyarakat merasa bebas melakukan hal apa saja, termasuk
membuang sampah sembarangan. Padahal, tempat sampah telah disediakan di
mana-mana, namun kurangnya kesadaran yang lagi-lagi perlu ditumbuhkan ini
membuat sebagian kita masih melanggar peraturan yang berlaku. Bila pemerintah
telah berupaya keras memabangun dan memfasilitasi ruang publik, yang dalam hal
ini Taman Jomblo Kota Jambi, masyarakat pengunjung juga perlu menaati peraturan
yang berlaku demi kebaikan kita bersama.
Bagi Sahabat Puan yang
belum membaca tata tertib yang ada di Taman Jomblo Jambi, simak tata tertibnya
berikut ini!
Tata Tertib “Pedestrian
Jomblo”
1.Pastikan anda membaca
dan mengerti petunjuk penggunaan sebelum berlatih.
2. Pastikan peralatan
dalam kondisi baik. Jangan gunakan peralatan apabila rusak dan tidak bisa
dioperasikan.
3. Pemakaian alat di
luar petunjuk berisiko menimbulkan cedera.
4. Tidak diperuntukkan
bagi anak-anak di bawah 10 tahun.
5. Peralatan olahraga
bukan peralatan permainan.
6. Jauhkan anggota
badan, pakaian, aksesoris, dari bagian yang bergerak/berputar agar terhindar
dari risiko cedera.
7. Bagi penderita
penyakit jantung, hipertensi, dan diabetes sebaiknya berkonsultasi kepada
dokter sebelum melakukan latihan fisik.
8. Kursi taman hanya diperuntukkan untuk duduk.
9. Buanglah sampah pada tempat yang telah disediakan!
10. Dilarang meruisak
peralatan, sarana, dan tanaman!
Jerambah Bolong
Rini Febriani Hauri
Catatan: Pernah dimuat di laman puan.co tertanggal 23 September 2017. Sila klik web http://puan.co/2017/09/fasilitas-publik-yang-tak-ramah-anak/ !!
Komentar
Posting Komentar