Judul Buku :
Bocah Minyak Jelantah, A True Story of Fasha
Penulis :
Anab Afifi
Penerbit :
Cordoba Books
Cetakan : Pertama, 2017
Tebal Halaman : 243 halaman
Pertama kali mendapatkan buku
biografi ini karena saya memenangkan kuis komentar di akun instagram Bu Yuliana
Fasha. Alhamdulillah, saya pikir ini salah satu bentuk perhatian Bu Yuli terhadap
masyarakat Jambi agar buku biografi ini bisa dibaca oleh siapa saja.
Pemenangnya pun beragam, tak hanya warga Kota Jambi saja. Lah, saya yang warga
Kabupaten Muaro Jambi pun bisa terpilih menjadi pemenang. Senang sekali bisa
bertemu Bu Yuli dan Pak Fasha yang ternyata ramah. Saat itu para pemenang
diajak berfoto, meski bagi saya yang terpenting dari sebuah pertemuan dengan
orang-orang besar adalah perbincangan dan bertukar pikiran.
Sekilas melihat kover buku dan
membaca judulnya di akun instagram Bu Yuli, Bocah
Minyak Jelantah, saya kembali teringat masa kecil saya yang juga pernah
merasakan kesulitan dalam hal ekonomi. Makan nasi putih yang dicampur minyak
jelantah dan garam saja, tapi makanan itu terasa nikmat apabila kita bersyukur.
Komentar saya saat itu sederhana, mengapa saya
menginginkan membaca buku ini? Alasannya pun sederhana, selain saya
pencinta buku, Pak Fasha, sebagai walikota Jambi, di mata saya adalah pemimpin
yang out of the box yang mampu
memberikan inspirasi-inspirasi baru. Contoh kecilnya, Pak Fasha berani
mengadakan pesta perayaan imlek bagi kaum minoritas dan hal ini belum pernah
ada sebelumnya. Sebenarnya komentar saya di instagram masih panjang lagi,
baiklah dipersingkat saja.
Secara kemasan, buku ini sangat
menarik. Disertai foto-foto berwarna Sy. Fasha dari beliau kecil hingga menjabat sebagai Walikota Jambi. Juga ada
nukilan-nukilan Sy. Fasha di tiap babnya yang menggugah semangat pembaca untuk
selalu melakukan hal-hal positif. Font-nya
berwarna biru dongker, sementara judul bab, keterangan foto, nukilan, halaman
buku yang terletak di kaki buku, semuanya berwarna oranye. Perpaduan dua warna
ini sesungguhnya menarik, namun karena mata saya minus sekaligus silinder, pada
beberapa hal ini cukup menyulitkan.
Buku yang terdiri atas 21 bagian
lengkap dengan prolog dan epilog ini mengisahkan perjalanan hidup Sy. Fasha
sejak ia dilahirkan sebagai anak ketujuh dari delapan bersaudara di Kampung Tembok
Batu, Sumatra Selatan, sebuah perkampungan yang letaknya bersebelahan dengan
pertamina. Ternyata kampung ini juga dijuluki sebagai “Kampung Texas” karena
banyak berisi sarang penjahat, seperti pencopet, preman, maling, hingga
perampok kelas kakap. Ibunda beliau bekerja sebagai guru ngaji keliling,
sedangkan ayahandanya bekerja sebagai satpam di pertamina. Penghasilan yang
pas-pasan membuat keluarga ini dililit utang bahkan dicemooh oleh masyarakat. Meski
hidup dalam kemiskinan hingga dalam kurun waktu yang lama hanya mengonsumsi
nasi putih dan minyak jelantah, keluarga mereka selalu marasa bersyukur. Nikmat
bersyukur inilah yang kemudian memberikan berkah bagi kehidupan yang
sesungguhnya. Hidup yang benar-benar hidup.
Sebagai anak satpam pertamina,
Fasha kecil bebas bermain di komplek pertamina bersama anak-anak karyawan yang
meruapakan orang berada. Kecerdasan Fasha telah tampak dari masa kecilnya. Saat
ia pernah mengikuti tes IQ hasilnya 130. Wow. Tinggi bukan? Fasha telah pandai
bergaul sejak kecil, jiwa berbisnisnya telah tumbuh saat ia sekolah deasar,
hal-hal yang paling melekat dalam ingatannya, yakni daun Suji. Fasha seringkali
membantu sang nenek memetik daun suji lalu menjualnya ke pasar. Uang hasil
penjualan membuatnya sangat puas karena di dapat dari kerja keras sendiri. Di
dalam keluarga fasha juga diajarkan bahwa untuk mendapatkan sesuatu yang ia
inginkan haruslah bekerja keras. Delapan
warisan yang ditinggalkan orang tua, diam-diam membentuk Fasha menjadi
seseorang yang bernilai dan loyal terhadap siapa saja. Beberapa diantaranya harus
bersikap jujur, berani, bermental baja, dan rajin berdoa.
Meski orang tua Fasha sebagai
buruh, namun pengorbanan orang tua inilah yang pada akhirnya menjadikan
saudara-saudaranya dan juga Fasha mampu menamatkan perguruan tinggi.
Kenakalan-kenakalan Fasha sejak masa remaja pun juga dikisahkan, banyak hal-hal
konyol yang menggelitik an membuat saya tersenyum-senyum sendiri bahkan sampai
heran. Sejak SMP hingga kuliah Fasha juga aktif berorganisasi.
Organisasi-organisasi inilah yang membuatnya paham bahwa menjalin relasia adalah
hal penting. Saat berkuliah di jurusan Teknik Sipil, dari sisi akademik Fasha
tidak menonjol, namun Fasha bisa diandalkan sebagai ketua tingkat dan ketua
Menwa di kampus.
Dendam Fasha pada kemiskinan di
masa lalu, membuatnya berani mengambil keputusan-keputusan penting, yakni
menolak mengundurkan diri menjadi pegawai pertamina dan mengundurkan diri dari
pekerjaannya sebagai kontraktor yang saat bujangan kala itu gajinya sudah mencapai
25 juta rupiah. Fasha nekat membuka usaha sendiri dengan bermodalkan kerja
keras dan kegigihan. Meski tidak memiliki rupiah, dengan keberanian dan
kecerdasannya, Fasha sungguh menginspirasi banyak pembaca yang kelak akan
meniru rekam jejaknya. Buku ini sangat layak dibaca oleh siapa saja yang ingin
meraih sukses. Bayangkan saja, Fasha yang dulu hidup serba kekurangan, bahkan
tak memegang uang sepeser pun, kemudian meraup untung milyaran rupiah melalui
kerja kerasnya. Ini tentu perjalanan hidup yang pantas ditiru bagi siapa saja. Kekuatan
narasi yang dibangun oleh Anab Afifi menimbulkan perasaan bergemuruh di dalam
dada pada bab-bab awal saat saya membacanya.
Kekurangan buku ini terletak pada
inkonsistensi penulis, yakni selain penggunakan kata aku dan saya yang seringkali
bentrok, juga pada bab delapan warisan hlm. 230 dijelaskan bahwa Fasha
mengonsumsi minyak jelantah selama delapan
tahun, namun pada epilog di hlm. 241, penulis menuliskan selama sepuluh tahun. Tentu saja ini
membingungkan saya sebagai pembaca. Mungkin jika buku ini hendak diterbitkan lagi
edisi revisi bolehlah diperbaiki agar menjadi sempurna. Selain itu adanya
pengulangan-pengulangan kisah pada beberapa bab yang terkadang terasa
membosankan. Pada bab ini telah ditulis, kemudian diulang lagi pada beberapa
bab ke depan. Namun demikian, secara keseluruhan dua hal ini tidak akan mengganggu
kehebatan perjalanan kisah hidup Fasha yang dinarasikan penulis. Intinya, siapa
saja yang membaca tidak akan menyesal memiliki buku ini.
Saya masih ingat ketika dulu Pak
Fasha kampanye di lapangan luas yang berdekatan dengan kantor saya, Ganesha
Operation Thehok Kota Jambi, saat itu saya sedang melakukan telemarketing. Di sela-sela jeda jam
kerja, saya mendengar pidato beliau yang menyatakan “Jika saya terpilih menjadi
Walikota Jambi, semua uang gaji saya akan saya sumbangkan ke masyarakat
miskin.” Awalnya, saya pikir ini absurd sehingga menimbulkan banyak pertanyaan
dalam kepala saya. Namun, setelah membaca sepak terbang beliau di buku biografi
ini, saya percaya bahwa Pak Fasha memang berbeda dari yang lain. Beliau tidak
mengejar materi sebab dari usahanya saja beliau mendapatkan untung milyaran
rupiah. Beliau pun kini telah membuktikan bahwa uang gajinya memang sepenuhnya
digunakan untuk membantu rakyat miskin. Pelayanan yang menyentuhlah yang
sebenarnya diingankan oleh masyarakat.
Saat menjabat sebagai walikota
Jambi, Fasha sering mendapat penghargaan bahkan dari presiden Jokowi. Banyak
hal-hal baru inspiratif yang mampu dilakukan beliau, seperti memberikan
pelayanan kesehatan, mengontrol kebersihan kota hingga tiga kali berturut-turut
menjadi juara di tingkat nasional, memberangus bandar narkoba di Pulau Pandan
dan menutup lokalisasi Payo Sigadung atau dikenal dengan istilah Pucuk, yang
ternyata jumlah PSK-nya mencapai 600-an dengan jumlah mucikari sekitar 400-an.
Ternyata jumlah yang sangat banyak ini separuh lebih besar dari jumlah PSK
lokalisasi Doli di Surabaya yang juga telah ditutup oleh walikotanya.
Masa muda, pengorbanan, persahabatan, kisah cinta yang menggelora, jatuh bangun
membina usaha, dan haru biru saat orang tua berpulang ke rahmatullah adalah
bagian dari perjalanan Fasha yang mau tidak mau juga akan dijalani setiap kita.
Sebab kematian adalah niscaya dan menjadi sukses adalah keniscayaan bagi
orang-orang yang percaya bahwa sukses mampu diraih oleh siapa saja.
Jerambah Bolong
Rini Febriani Hauri
Catatan: Tulisan ini pernah dimuat di puan.co tertanggal 21 September 2017. Sila klik http://puan.co/2017/09/sy-fasha-memoar-daun-suji-dan-berkah-kemiskinan/
Komentar
Posting Komentar